Pedasnya sebuah kritik

criticism can be so spicy like chili

image sources

Cerita baru lagi dalam dunia pendidikan kita, tentang anak yang dikeluarkan dari sekolah gara-gara orang tuanya mengkritik manajemen sekolah tersebut (link). Kritik memang bisa sangat menyebalkan, pedas seperti cabe membuat kita ingin melakukan apapun biar rasa pedasnya cepat hilang.

Melihat kasus diatas, saya jadi kepikiran tentang kritik. Kenapa orang menyampaikan kritik, terlebih dengan jalur baik-baik/formal, terus koq pihak yang dikritik malah memberi sanksi? dan kenapa malah sanksi itu dikenakan ke anaknya? anak kecil yang masih duduk di kelas dua SD. Saya rasa dia belum paham benar mengenai alasan yang membuatnya dikeluarkan dari sekolah.

Dan selain itu, pesan apa yang didapat anak itu dari kasus ini?? karena apabila tidak dijelaskan dengan baik mungkin pengalaman ini bisa membuatnya takut untuk melakukan kritik di kemudian hari. Kemudian bagaimana dampak kasus ini terhadap sisi mentalnya (di tivi sih mereka sampai menangis), bagaimana nanti kalau dia bersekolah kembali di tempat itu? apakah anak itu akan mendapat perlakuan yang adil dari pihak sekolah?.

Saya selalu heran sama orang yang tidak bisa menerima kritikan (termasuk diri saya sendiri, :D). Yang bila dikritik, malah lebih dahulu marah-marah bukan berkaca dulu.  Kalau seandainya isi kritiknya salah besar maka wajarlah kalau dia marah (walaupun tetap tidak bijak sih..karena menurut saya, kalau memang kritiknya mengada-ada ya dibiarkan saja, nanti juga akan menguap dengan sendirinya..just be cool, time will show). Namun, kalau subjek kritiknya adalah sebuah lembaga dan isi kritiknya terkait dengan aturan-aturan yang jelas tertulis, mungkin ya lebih baik kritiknya dipelajari dan dicari solusinya, siapa tahu juga ada kesalahpahaman antar pihak-pihak terkait.

Tapi terlepas dari kasus ini, saya sering sekali melihat orang-orang yang sulit menerima kritik (termasuk saya sendiri :D). Baik, orang yang pintar, orang yang katanya percaya bahwa teman terbaik adalah yang memberikan kritik, atau ilmuwan yang percaya bahwa ilmu pengetahuan dibangun atas dasar kritik, atau pejabat/wakil rakyat yang pastinya sering melakukan evaluasi, hingga aktivis yang sering sekali melakukan kritik. Namun ketika giliran mereka semua dikritik, seringkali reaksi pertamanya adalah emosi dan marah-marah!!.

Dan terkadang bila tidak terima atas kritikan tersebut (walaupun isi kritiknya benar), dia tetap mencari jalan  agar si pengkritik bisa ikut disalahkan, misalnya dengan mengatakan bahwa cara mengkritiknya salah. Saya jadi ingat, dulu waktu kuliah, senior saya diberi sanksi oleh keluarga mahasiswa gara-gara demo mengenai sekelumit permasalahan pendidikan dan salah satu aksinya adalah membakar jaket keluarga mahasiswa. Isi/pesan yang disampaikan dari demo tersebut kemudian hilang tergantikan isu mengenai sanksi yang akan diberikan karena cara memberikan kritiknya yang salah besar.

Nobody’s perfect..wajar kalau kita pernah kena kritik. Menurut saya, cara menyikapi kritik dengan baik adalah berkaca dulu, mendengarkan kritik tersebut, apakah benar? ataukah salah?. Kalau benar, segera perbaiki kesalahan dan berterima kasihlah pada yang memberikan kritik karena dia meluangkan waktunya untuk memberikan perhatian pada kita. Dan kalau salah, biarkan saja (just be cool). Namun kalau nanti kritik tersebut terulang kembali (ada orang lain yang memberikan kritikan yang sama) maka ada baiknya kita mencari second opinion dari orang yang kita percaya untuk ikut menilai kritik tersebut.

 “Don’t mind criticism. If it is untrue, disregard it; if unfair, keep from irritation; if it is ignorant, smile; if it is justified it is not criticism, learn from it”.

“Criticism may not be agreeable, but it is necessary. It fulfils the same function as pain in the human body. It calls attention to an unhealthy state of things.” Winston Churcill

“Any fool can criticize, condemn, and complain but it takes character and self control to be understanding and forgiving.” Dale Carnegie

NB: Saya menulis ini juga bukan berarti saya jago dalam menghadapi kritik :D. Saya juga masih belajar menyikapi kritik.

Saya ingin mereka senang belajar

Mempunyai anak dan membesarkannya dengan pembentukan karakter yang baik bukanlah perkara mudah, setidaknya untuk saya. Salah satu aspek yang sering saya pikirkan ialah mengenai pendidikan mereka atau tepatnya mengenai input pengetahuan untuk mereka. Manakah jalan terbaik untuk pendidikan mereka?.

Terus terang saya agak keberatan kalau nanti harus memasukkan mereka ke pendidikan formal yang konvensional dimana anak didik menghabiskan sebagian besar waktunya secara pasif, duduk di kelas hanya mempelajari bahan yang diajari gurunya, mengulang-ulangi apa yang gurunya katakan kemudian pulang ke rumah dengan membawa setumpuk PR serta tas berisi buku-buku yang banyak dan sangat bahagia apabila kelas diliburkan atau gurunya tidak masuk. It seems like a nightmare to me…

Saya tidak ingin mereka menjadi robot dalam pendidikan, yang mati rasa ingin tahunya. Saya ingin mereka menjadi manusia yang pikirannya bisa bebas bertanya-tanya, imajinasinya bisa terbang luas. Saya ingin mereka tidak merasa belajar sebagai suatu beban melainkan sebagai sesuatu yang FUN. Seandainya pun harus sekolah, saya ingin mereka senang di sekolah itu, pulang ke rumah dan bercerita dengan berapi-api mengenai aktivitas mereka di sekolah dan tidak sabar untuk kembali lagi ke sekolah. Is it too much? or is it impossible??.

Saya tidak mengharapkan mereka selalu rangking satu atau selalu masuk sepuluh besar. Saya tidak mengharapkan mereka hapal seablek rumus ilmu pengetahuan. Saya hanya berharap mereka senang belajar!! itu saja. Dan dengan menjadi orang yang senang belajar, saya berharap suatu saat mereka menjadi pribadi yang kritis dan mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi (di samping karakter lain, seperti baik, berguna, jujur dkk).

Dan saya juga berharap saya dapat berguna bagi mereka, menjadi orang yang bisa memfasilitasi pembentukan karakter tersebut, menemani mereka belajar dan mendampingi mereka dikala mereka mencari jawaban atas segenap pertanyaan di pikiran mereka. Is it possible??.